Bulan Juni sekolah-sekolah biasanya mulai berbenah untuk
mempersiapkan penerimaan peserta didik
baru yang sering disingkat PPDB, begitupun sekolahku. Biasanya muai masuk bulan
Februari sampai April sudah dilakukan sosialisasi ke beberapa M Ts atau SMP
untuk jemput bola siswa atau menjaring siswa supaya tertarik ke sekolah kami. Tapi
tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena adanya wabah
covid-19 ini, apalagi bulan-bulan tersebut kemarin saat gencarnya wabah ini
melanda bangsa ini, sekoalh langsung diliburkan atau pembelajaran di rumah
sehingga program sosialisai ke M Ts dan SMP tidak maksimal. Maka sosialisasi
lewat media sosial adalah alternatif yang sangat tepat sebagai penggantinya.
Hal ini tampaknya juga dilakukan oleh sekolah sekolah lain dengan tujuan yang sama, yaitu menjaring
siswa sebanyak-banyaknya.
Sore itu saya nonton TV sambil jalan-jalan ke facebook saya, saya kaget ada
terpampang foto lama saya bersama seorang siswa kebanggaan saya saat mengikuti
ajang Kompetisi Sains Madrasah (KSM) di Pontianak Kalimantan. Tampaknya foto
saya di share di situ sebagai salah satu usaha sosialisasi madrasah ( yang
sudah saya tinggalkan ) dan
mempromosikannya ke masyarakat terutama siswa lulusan MTs/SMP juga dalam rangka
menjaring siswa. Terlepas dari masalah
penjaringan siswa tersebut saya, saya langsung merasa terbawa perasaan
kembali ke masa lalu. Ketika itu berhasil
mengantarkan siswa saya menjadi pemenang KSM mata pelajaran kimia tingkat
nasional di Pontianak, betapa bangganya saya dan seluruh keluarga madrasah
tentunya,karena baru yang pertama bisa mengantarkan siswa menang lomba KSM sampai ke
tingkat nasional, dan alhamdulillah di tingkat nasional tersebut berhasil
meraih piala perak. Namun kali ini tidak terasa mata saya sembab dan meneteslah
air mata yang tidak bisa saya tahan lagi. Rasa bangga itu sekarang seperti tidak
ada artinya lagi, tenggelam tidak bersisa, entahlah mungkin karena saya
sekarang sudah tidak lagi disana. Saya tinggalkan madrasah itu bukan karena
kehendak saya.
Saya lahir sebagai guru 28 tahun lalu di madrasah tersebut tepatnya tahun
1992, sebagai guru honorer, setahun kemudian saya diangkat sebagai PNS di
madrasah itu juga. Sejak madrasah tersebut jumlah siswanya masih sangat sedikit
, saya pernah mengajar satu kelas 9 orang,
sampai sudah siswanya 7 kelas pararel
saya merasakan perkembangannya dan merasakan bagaimana liku-likunya perjuangan
membesarkan madrasah tersebut, sehingga saya merasa taqdir hidup saya memang di
madrasah tersebut. Rasa persaudaraan yang sangat baik antar guru juga dengan para siswa , rasa
nyaman bekerja memang membuat saya betah berada di tengah-tengah keluarga
madrasah ini, meskipun jarak dengan rumah saya lumayan jauh, saya tinggal 20 km
dari madrasah ini, namun dengan senang hati dan ikhlas saya tempuh jarak itu.
Suatu hari bulan setahun yang lalu, tepatnya bulan Juni 2019, ada
regulasi Kementrian Agama Kanwil DIY, rotasi guru besar-besaran terutama bagi
guru yang sudah lebih dari 10 tahun mengajar di madrasahnya, saya sudah
mengajar 26 tahun di madrasah saya jadi tentunya saya termasuk yang kena
regulasi tersebut. Meski beberapa hari sebelum SK datang sudah diberitahu oleh
ibu Kepala madrasah, tapi ketika terima SK itu rasanya berat sekali, dengan berurai
air mata saya harus merelakan meninggalkan madrasah yang sudah menggembleng
saya menjadi seorang guru, dari guru yang baru “belajar” untuk “mengajar”
sampai menjadi guru yang sudah faham “bagaimana
mengajar”. Campur aduk rasanya saya harus ikhlas meninggalkan madrasah
tersebut, semua kenangan indah bersama para siswa, kenangan perjuangan bersama teman-teman guru harus saya
tinggalkan. Yah apalah saya, seorang pengabdi negara harus taat pada kebijakan yang
membuat kebijakan, Di madrasah baru saya harus bisa bangkit, memulainya lagi
dari awal, merenda semangat baru, merenda persaudaraan baru, dan entah merenda
apalagi, meski suasananya sangat berbeda, saya tetap berusaha memulainya.
Sekarang sudah setahun berlalu, sangat pelan taqdir untukku saya ikhlaskan,
sedikit demi sedikit rasa yang berat dulu sudah berkurang dan saya harus bisa menerimanya
dengan ikhlas 100%, namun foto yang di posting di fb itu tadi seakan mencabik hati
saya kembali, sehingga air mata saya yang sudah saya tahan setahun yang lalu
kini mengalir lagi tidak bisa saya bendung lagi...... ya Allah kuatkanlah saya.
Kuatkanlah menerima taqdirMu ini sampai
pensiun nanti. Saya harus ikhlas , saya harus ikhlas..... Insya Allah berakhir
tugas saya sebagai guru 7 tahun lagi. Harapan saya semoga Allah selalu
memberikan kesehatan pada saya dan bisa menyelesaikan tugas sampai akhir masa
pensiun, amiin
Bagus banget Bu...jd ikùt terbawa haru
ReplyDeleteOk bngett
ReplyDeleteKeren Bu, sampai baper bacanya
ReplyDeleteAmin! Ikhlas Mengajar, mengajar tuntas. Teruslah menulis! Mantap.
ReplyDeleteaamiin …
ReplyDeleteKisah hidup yg penuh inspirasi bunda
ReplyDeletePenuh dengan inspirasi dan emosi bu 👍
ReplyDelete